ASAL MULA NAMA DUSUN SIRIH SEKAPUR
Pencerita : Nenek Hj. Yonwirda
Pada zaman dahulu kala, di Pagaruyung, hiduplah seorang
pemuda yang menerima amanah besar dari ibunya. “Carilah
Induk Bakomu yang telah lama hilang,” titah sang ibu, sembari
menyerahkan sebuah cincin pusaka. “Lemparkan cincin ini kepada
orang yang kau temui di Sungai Jujuhan. Jika cincin masuk ke jari
seorang lelaki, dialah Mamakmu. Jika wanita tua, itulah Induk Bako.
Tapi jika gadis muda, dialah jodohmu.”
Berbekal cincin dan doa sang ibu, pemuda itu memulai
perjalanan menyusuri Sungai Jujuhan. Setelah berminggu-minggu
berlayar dengan perahu sederhana yang dibuatnya sendiri, ia tiba
di sebuah dusun bernama Rantau Ikil, namun tak seorang pun ia
temui. Ia melanjutkan perjalanan hingga sampai di Ujung Tanjung,
namun tetap sunyi. Akhirnya, ia tiba di sebuah dusun bernama Bungo
Kembang Suko Menanti. Di tepian sungai, ia melihat seorang gadis
sedang mencuci beras.
Dengan penuh harap, pemuda itu melemparkan cincin pusaka
ke arah gadis tersebut. Ajaib, cincin itu melesat sempurna ke jari manis
sang gadis. Terkejut, gadis itu menatap cincin di jarinya lalu melarikan
diri ke rumahnya untuk mengadukan hal tersebut kepada ayahnya,
Datuk Rio Nalo Nurin Certi.
Mendengar cerita putrinya, Datuk Rio memerintahkan
hulubalang untuk memanggil pemuda itu. Si Pemuda itu menjelaskan
perintah ibunya dan tujuan perjalanan panjangnya. Datuk Rio, yang
terkenal arif dan bijaksana itu, mengangguk-angguk mendengar
ceritanya. Setelah melihat kesungguh-sungguhan pemuda itu, Datuk
Riopun berkata dengan bijaksana.
5
“Jika benar, mungkin ini takdir. “Namun, ada adat yang harus
dipenuhi. Kau harus menyediakan emas setahil sebagai lumbago adat
sebelum menikah dengan anakku.”
Tanpa keraguan, pemuda itupun berjanji akan memenuhi adat
itu meskipun ia tak memiliki apa-apa di tanah rantau. Hari demi hari ia
mendulang emas di sungai. Melihat usahanya, Puti Juli ikut membantu
mendulang. Mereka bekerja bahu-membahu, bercanda, dan saling
menguatkan di tengah dinginnya air sungai.
Suatu hari, saat mendulang, pemuda itu merasa kedinginan.
“Aku ingin makan sirih untuk menghangatkan tubuh,” katanya. Puti
Juli segera naik ke tebing, menyiapkan sirih sekapur untuk mereka
berdua. Setelah selesai, ia mengulurkan sirih kepada pemuda itu dari
atas tebing. Namun naas, tebing tempatnya berdiri tiba-tiba runtuh.
Puti Juli terjatuh, menimpa pemuda yang ada di bawah. Tanah longsor
menimbun mereka berdua.
Penduduk yang mendulang di sekitar sungai segera berusaha
menyelamatkan mereka. Datuk Rio, bersama warga, menggali
reruntuhan siang dan malam. Namun, meskipun tanah telah dibongkar,
jasad keduanya tak pernah ditemukan. Setelah tujuh hari tujuh malam,
pencarian dihentikan. Datuk Rio menerima kenyataan pahit dengan
hati penuh duka.
Untuk mengenang anak gadisnya dan calon menantunya,
Datuk Rio memutuskan mengganti nama Dusun Bungo Kembang
Suko Menanti menjadi Dusun Sirih Sekapur, sesuai dengan peristiwa
terakhir yang terjadi pada Puti Juli saat membuat sirih untuk calon
suaminya. Setelah mendapat izin dari Raja Jambi, pesta adat besar
diadakan untuk meresmikan nama baru dusun tersebut.
Sejak saat itu, nama Dusun Sirih Sekapur menjadi pengingat
kisah cinta sejati yang berakhir tragis, sekaligus simbol cinta dan
ketulusan yang hidup dalam kenangan masyarakat setempat.
TA M AT Penulis Dr. Feerli Moonthana Indhra.,S.Pd.M.Pd.